Minggu, 20 September 2009

EKSPOR SEMEN SEBAGAI ALTERNATIF PEMANFAATAN EKSES KAPASITAS PRODUKSI

Ekspor semen Indonesia mulai dirintis pada tahun akhir tahun 1978 sebagai antisipasi atas kelebihan kapasitas produksi yang telah mencapai 2,5 juta ton atau 37% terhadap kapasitas nasional sedangkan konsumsi semen nasional baru pada tingkat 4,1 juta. Kelebihan kapasitas produksi ini makin meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 1985 kelebihan kapasitas produksi mencapai puncaknya pada tingkat 45%. Tahun-tahun berikutnya kelebihan kapasitas produksi menurun dengan makin meningkatnya konsumsi nasional disamping peningkatan ekspor yang terus berlangsung. Ekspor pada periode ini mencapai puncaknya dengan jumlah 4,1 juta pada tahun 1987. Pemerintah telah mendorong ekspor semen dan klinker dengan pemberian sertifikat ekspor dan yang kemudian diganti dengan pengembalian bea masuk untuk bahan-bahan impor yang dipergunmakan untuk memproduksi semen yang diekspor.


Dengan peningkatan konsumsi nasional yang terus menerus, pada periode 1990-1998 telah terjadi kelangkaan semen dipasaran akibat produksi didalam negeri sudah tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan semen di pasaran-pasaran utama. Dengan kondisi ini maka ekspor yang sebelumnya didorong sebaliknya ekspor semen malah dibatasi dengan keharusan memiliki ijin ekspor. Bahkan pada tahun 1996 ijin ekspor tidak diberikan kepada pabrik-pabrik khususnya yang berada di Jawa sebagai pasar dengan pangsa terbesar (70%) Untuk mendukung kebijaksanaan ini Pemerintah telah membebaskan bea masuk hingga nol persen baik untuk semen dan untuk klinker impor.


Pada tahun 1993 pemerintah telah membuka keran impor dengan terjadinya kelangkaan semen diberbagai daerah. Beberapa pabrik semen telah mengimpor klinker untuk mengoptimalkan produksi semennya dan bahkan mengimpor sendiri semennya untuk menutup kekurangan supplai pada daerah pemasarannya. Impor semen dan klinker mencapai puncaknya pada tahun 1996 yang berjumlah 2,4 juta ton termasuk impor klinker sejumlah 1,4 juta ton. Negara asal impor semen klinker tidak hanya berasal dari negara tetangga tapi juga berasal dari Korea Selatan, Jepang dan bahkan dari Eropa (Rumania, Italia, Junani) dan Amerika (Mexico).


Impor dalam jumlah terbatas masih berlangsung hingga tahun 2003 dan meningkat menjadi lebih dari 1,2 juta ton semen sejak pabrik semen Andalas Indonesia dilanda Tsunami pada akhir Desember 2004. Tahun-tahun ini hampir seluruhnya impor dilaksanakan oleh PT Semen Andalas Indonesia – Lafarge Group agar pabrik ini dapat mempertahankan pangsa pasarnya selamanya pabrik direnovasi. Diharapkan pada tahun 2009 impor ini akan dihentikan dengan mulai berproduksinya pabrik semen Andalas.

Grafik 1.

Ekspor kembali digalakkan pada tahun 1998 karena merosotnya konsumsi semen dalam negeri akibat krisis moneter. Ekspansi pabrik-pabrik semen yang berlebihan menjelang krisis telah menyebabkan makin melimpahnya surplus produksi. Pada tahun ini surplus produksi sudah mencapai 26 juta ton sedangkan kebutuhan semen dalam negeri hanya berjumlah 19 juta ton. Kelebihan kapasitas produksi sebesar 60% tahun 1999 hanya dapat diekspor sejumlah 19% nya sejumlah 9,05 juta ton. Seluruh pabrik semen kecuali PTSB telah berusaha untuk mengekspor semennya.Bahkan PTSK telah mencoba melaksanakan ekspornya ke Australia meskipun dalam jumlah yang sangat terbatas.


Ekspor ini mencapai puncaknya pada tahun 2001 pada jumlah 9,5 juta ton atau 20% dari total kapasitas produksi yang terdiri dari 3,7 juta ton klinker dan 5,8 juta ton semen. Pada tahun 2008 ekspor ini menurun menjadi 4,9 juta ton yg terdiri 3,3 juta ton klinker dan 1,6 juta ton semen. Penurunan ekspor ini terjadi karena konsumsi domestik meningkat 4 juta ton (11%) sedangkan penambahan kapasitas produksi hanya meningkatkan surplus produksi dari 4% tahun 2007 menjadi 7% tahun 2008. Dengan ekspor yang berkurang 40% ini surplus kapasitas produksi tinggal 7% dari total kapasitas produksi yang sudah berada pada titik kritis. Secara nasional masih terdapat surplus produksi sekitar 3 juta ton setahun akan tetapi bila dilihat per daerah dan per bulan surplus produksi ini terlalu kritis untuk menjamin tidak terjadinya kelangkaan terutama di daerah yang jauh dari pabrik. Grafik1 memperlihatkan perkembangan ekses kapasitas produksi dari tahun 1990 sampai tahun 2008 dan ekspor merupakan alternatif untuk memanfaatkan ekse kapasitas produksi.

Grafik 2

Ekspor klinker sudah dimulai sejak tahun 1979 pada saat semen Indonesia sudah dikenal dipasaran internasional. Karena konsumennya pabrik penggilingan semen yang menggunakan bahan baku klinker maka spesifikasi yang diminta juga sangat khusus dan dikontrol oleh konsumen dengan ketat. Meskipun harga ekspor klinker lebih rendah dari harga semen dan acceptance konsumen sangat diperlukan, ekspor klinker Indonesia dari tahun ketahun makin banyak. Porsi volume ekspor klinker tahun-tahun terakhir lebih besar dibanding semen sejak pabrik-pabrik semen diambil alih oleh perusahaan global. Karena perusahaan-perusahaan ini juga memiliki pabrik-pabrik yang hanya menggiling semen saja maka komitmen mereka untuk tetap mensuplai klinker bagi pabrik-pabriknya akan menjadi prioritas utama. Hal ini terlihat dari grafik 1 dimana sejak tahun 2003 porsi ekspor klinker rata-rata mencapai 60% dari total ekspor bahkan pada tahun 2008 ekspor klinker mencapai 3,3 juta sedangkan semennya hanya 1, 5 juta ton. Grafik 2 memperlihatkan perkembangan porsi ekspor klinker sejak sepiuluh tahun terakhir.

Ekspor Tahun 2008

Ekspor Indonesia menurun dari 8,8 juta pada tahun 2007 menjadi 4,9 juta ton pada tahun 2008. Ekspor tahun 2008 ini terdiri dari semen 3,1 juta ton yang turun 1 juta ton dibanding tahun 2002 dan klinker 4,3 juta ton yang meningkat dibanding tahun 2002 sejumlah 3,8 juta ton. Penurunan ekspor terjadi karena peningkatan penjualan didalam negeri terutama karena meningkatnya pembangunan infrastruktur dan juga tutupnya pabrik semen Kupang.

Dengan menurunnya jumlah ekspor, Indonesia turun keperingkat 13 di dunia. Eksportir terbesar didunia selama enam tahun terakhir masih dipegang China dengan ekspornya yang diperkirakan sekitar 20-30juta ton. Thailand yang pernah menjadi eksportir semen/linker terbesar diunia tergeser pada posisi kedua

Pada tahun 2008 ekspor terbesar masih tetap PTITP dengan jumlah ekspornya sebesar 2,2 juta ton dan posisi kedua ditempat oleh PT Holcim Indonesia dengan jumlah ekspor 1,6 juta ton. PTSAI tidak lagi mengekspor, bahkan masih mengimpor semennya sejumlah 1,5 juta ton karena fasilitas produksinya baru akan dioperasikan pada pertengahan tahun 2009. PT Semen Gresik tidak lagi megekspor semennya karena hampir seluruh kapasitas produksinya dijual di dalam negeri yang harganya jauh lebih baik dari harga ekspor Dengan harga eceran yang pernah mencapai US$90 per ton dibandingkan harga ekspor FOB sekitar US$ 50,- per ton maka pabrik-pabrik semen akan lebih tertarik menjualnya didalam negeri.

Tabel 1 memperlihatkan jumlah ekspor semen dank linker per pabrik dalam periode 10 tahun terakhir.

Negara-negara tujuan ekspor tahun 2008 masih didominasi oleh Asia (62%) dengan 11 negara tujuan, Afrika pada posisi kedua (31%) dengan 13 negara tujuan, Eropa dan Australia & Pacifik pada posisi ketiga (7%) dengan 1 negara tujuan Eropa dan 4 negara tujuan Australia & Oceania. Dari tabel 2 dibawah memeprlihatkan bahwa tujuan ekspor utama tahun 2007 dan Tahun 2008 (sampai Oktober) adalah Srilanka dengan jumlah impor semen dan klinker tahun 2007: 1,6 juta ton dan sampai Oktober 2008: 0,9 juta ton, Ghana yang pada tahun 2007 pada posisi kedua dengan jumlah impor klinker dari Indonesia sebesar 1,1 juta ton turun pada posisi ketiga pada tahun 2008 dengan impornya sejumlah 0,6 juta ton sampai dengan Oktober . Bangladesh pada posisi kedua, dengan impor klinkernya sejumlah 0,8 juta ton sampai Oktober 2008 Malaysia pada posis keempat dengan impor semen dan klinker sampai Oktober 2008 sejumlah 0,5 juta ton. 16 negara tjuuan ekspor dala jumlah diatas 100,000 ton bisai d ilihat pada tabel 2

Tabel 2

Resesi global akibat krisis finansial di Amerika akan menyebabkan permintaan impor semen dan klinker tahun 2009 ini akan menurun di pasaran internasional. Untuk Indonesia menrunnya permintaan impor dan kemungkinan menurunnya konsumsi semen domestik sebagai dampak resesi global akan mengurangi tekanan terhadap pabrik-pabrik yang telah memanfaatkan kapasitas produksinya diatas normal. Beberapa pabrik akan mengurangi target ekspornya tahun 2009 dan mencoba bertahan pada posisi suplai domestik paling tidak sanma dengan tahun 2008 apalagi dengan adanya simulus dari pemerintah untuk lebih menggerakkan pembangunan sektor infrastruktur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar